Sewaktu aku melihat konten-konten dan vlog tentang Tes Substansi LPDP di Youtube oleh para awardee, yang kesemuanya dengan judul yang tentu memantik rasa penasaran, seperti misalnya "Tips Jitu Lolos Tes Substansi LPDP", atau "Tanya Jawab Tes LPDP Paling Akurat" (judul hanya contoh, tidak mengarah pada konten manapun), aku langsung tertampar dan darahku seperti tersedot sampai ke ujung kaki. Darahku semakin terkuras dari pembuluhnya setelah aku, dengan nekatnya, meminta bantuan mock-up interview oleh seorang awardee yang memasukkan namanya di list awardee yang bisa dihubungi untuk mock-up lewat discord. Semua kondisi-kondisi itu berhubungan dengan betapa tidak siapnya aku dan betapa remah-remahnya esai yang kusubmit saat seleksi administrasi.
Semua orang bicara Indonesia Emas 2045, Sustainable Development Goals, RPJPN, teknik STAR (Situation, Task, Action, Result) dan teknik SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistic, Time-bound) dalam menjawab pertanyaan, dan banyak hal asing lainnya yang baru kudengar saat aku mempersiapkan tes substansi. Bahkan Mbak Tiara, awardee yang mock-up aku di hadapan 84an audiens lewat zoom, bertanya tentang layanan konseling UQ, bis antar kampus dan transportasi sekitar kampus, akomodasi dll. Pertanyaan-pertanyaan yang makin membuatku gak siap menghadapi tes substansi. Aku bisa bayangin orang-orang yang nonton mock-up ku sama Mbak Tiara tuh sangat mungkin di dalam hatinya mbatin: "Cak, mbak iki ga suiyap kon. Ojok daftar sek mbak. Sinauo" (Duh, mbak ini ga siap banget nih. Gausah daftar dulu lah mbak. Belajar aja sana) *emote menangis
Aku sempat gelisah berhari-hari setelah itu. Pertama karena esaiku kayanya kureng banget. Kedua karena "dibantai" mbak Tiara. Ketiga karena aku malu dilihat 84 orang yang mana aku sangat memalukan di latian interview itu. Dengan jawaban yang ah eh, dengan dudukku yang muter-muterin kursi, pandangan mata yang ga ngarah ke kamera, badan yang kaku, jawaban yang terkesan ngawur dan melenceng jauh dari apa yang sebenarnya ditanyakan. Pokoknya sangat memalukan.
Hari hari berlalu, perlahan aku bangkit. Paling mudah bangkit dari nomer 3, karena setelah kupikir-pikir, orang mungkin akan kembali fokus ke diri mereka sendiri dan kesibukan mereka sendiri. Mereka lambat laun akan melupakan seorang pelamar LPDP yang saat mock-up jawabannya sama muter-muternya dengan dia muter-muterin kursi. Yap. Aku lebih mudah bangkit dari itu. *emote senyum
Namun, paling sulit bagiku untuk bangkit dari nomer satu dan dua. Pertama, esai itu sudah kusubmit. Apa yang akan kubicarakan dan ditanyakan oleh para panelis adalah esai memalukan itu. Yang kedua adalah begitu banyak yang harus kuperbaiki dari catatan-catatan mock-upku dengan Mbak Tiara. Aku sangat kewalahan dengan itu semua. Ditambah ada pertanyaan-pertanyaan psikologis tentang diri sendiri, dan persiapan menghadapi pertanyaan dalam bahasa inggris. Ya Allah...
Aku tidak banyak melakukan mock-up. Aku latian wawancara dengan beberapa teman, tidak lebih dari 3 orang awardee, dan banyak menyimak video-video dan tips dari media sosial. Aku membuat banyak catatan-catatan dan mind map tentang pertanyaan-pertanyaan yang sangat mungkin keluar. Aku membagi beberapa item latian berdasarkan topik sesuai background story dan past-present-futureku. Di bagian pertanyaan psikologis, aku berkonsultasi pada psikolog profesional (sambil mengkonsultasikan kegugupanku yang luar biasa itu sih haha)
Klasifikasi pertanyaan berdasarkan topik penting dilakukan untuk memudahkan belajar dan latihan
Kalau kita lihat gambar di atas, topik-topik yang kubagi jadi 6 di atas pada dasarnya adalah apa yang sudah kita tulis di esai dan berkaitan erat dengan esai kita. Jika kita teliti dan melihat secara luas in the bigger picture, apa yang LPDP harapkan (menurut pendapat pribadiku) dari pertanyaan-pertanyaan di form pendaftaran dan esai kita adalah mereka ingin mengetahui benang merah antara diri kita di masa lalu, di masa sekarang dan di masa depan. Ketika apa yang teman-teman rencanakan, atau latih untuk persiapan wawancara, sudah satu garis lurus tak terpisahkan antara pas-present-future teman-teman, pasti belajar teman-teman akan lebih enak dan nyaman, serta jadi jauh lebih percaya diri.
Sebagai contoh misalkan pertanyaan tentang akademik untuk Si Ujang.
"Anda alumni Sarjana Pertanian saat S1, kenapa Anda mengambil Ilmu Komunikasi di jenjang S2 ini?"
Keliatannya sangat tidak relate ya? Tetapi jika ternyata di present time, Si Ujang ini saat ini bekerja sebagai Staf Khusus Kementerian Pertanian di Bidang Penyuluhan misal, maka akan nyambung. Apalagi jika tugas si Ujang ni bagian sosialisasi, memberi kelas penyuluhan kepada para penyuluh, menyampaikan informasi secara luas, dan memerlukan teknik-teknik komunikasi yang lebih spesifik berhubungan dengan pekerjaannya di jabatan tersebut. Tentu Ujang sangat membutuhkan kuliah di bidang Ilmu Komunikasi kan, secara dia gak mendapatkan itu saat kuliah S1. Atau, bisa juga si Ujang pernah mendapatkan mata kuliah penunjang, tetapi kurang mendalam padahal dia butuh belajar lebih spesifik. Dengan belajar di Magister Ilmu Komunikasi, Ujang jadi bisa belajar lebih dalam tentang komunikasi yang akan berguna dalam kontribusi dia melaksanakan tupoksinya di Kementerian Pertanian.
Past-Present-Future kita harus saling bertaut satu sama lain sehingga para panelis melihat kita memang layak, secara masa lalu, secara masa kini dan di masa depan kita relate dengan hari hari kita dan siapa kita. Nah, apakah yang kita sampaikan di esai sudah mencakup past present future kita?
Jika kita baru ngeh dengan kurangnya esai beasiswa kita setelah esai disubmit dan bahkan baru ngeh saat mempersiapkan tes wawancara (seperti aku), maka pertama-tama jangan dulu gelisah, blaming diri sendiri atau merasa gagal sebelum berperang. Aku jadi ingat omongan Bang Reyza, ketua angkatan PK ku dulu saat kami jadi panelis mock up bareng-bareng. Bang Reyza bilang, saat mempersiapkan tes wawancara, esai kita udah ga bisa diubah lagi. Yang bisa kita lakukan adalah menyiapkan data-data atau jawaban-jawaban pendukung dari esai kita sehingga kita nanti bisa lebih siap menghadapi pertanyaan tidak terduga dari pewawancara.
Nah, kalau bisa aku sederhanakan lagi, tips sedikit dari aku saat menyiapkan esai antara lain:
Mengikuti ketentuan dari LPDP
Esai berisi past-present-future kita yang saling berhubungan
Gunakan STAR untuk past dan present kita dan SMART untuk future atau rencana kita di masa depan. Ini lebih ke efisiensi dan efektivitas jawaban.
Bangga dengan esai yang kita tulis.
Terbuka dengan masukan dan saran dari orang lain
Untuk tips menjelang ujian:
Belajar dengan sistem belajar yang dirasa nyaman untuk diri sendiri. Bisa dengan mind map, bikin list pertanyaan, bikin list tanya jawab, dsb.
Mock-up seperlunya. Terlalu banyak bikin pusing dengan banyak saran. Terlalu sedikit jadi kurang dapat masukan. Jadi seperlunya. Sesuaikan dengan kebutuhan. Contoh aku dulu, aku butuh mock-up tes substansi dengan awardee dari UQ, jalur targeted PNS, bidang pertanian, dan bukan ketiga kategori itu. Jadi aku nyari dan kenalan dengan Mbak Tiara, Kang Edwin, dan juga minta tolong Adekcu buat nguji-nguji pertanyaan yang sudah kukumpulkan.
Latihan dengan merekam diri sendiri dan melihat jawaban kita sendiri
Perhatikan baik-baik aturan tes substansi yang ada di dalam akun pendaftaran kita. Ikuti aturan yang ada dan catat baik-baik tanggalnya.
Olahraga, istirahat cukup, dan makan makanan bergizi
Tirakat, berdoa, menenangkan hati dan paling utama adalah meminta doa dan ridho orang tua dan guru, keluarga dan teman-teman. Selalu ada faktor di luar usaha kita yang akan berperan. Yaitu kehendak Tuhan Yang Maha Cinta. Jadi selalu serahkan proses dan hasil kita kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Fokus pada pelaksanaan ujian, jangan pada hasilnya.
Sedangkan tips saat pelaksaan ujian:
Persiapkan ruangan yang sesuai dengan ketentuan dari LPDP
Sedia device cadangan dan paket internet cadangan
Berpakaian rapi, wangi, make up secukupnya seakan-akan interview langsung di hadapan panelis.
Berdoa
Panelis biasanya ngajak diskusi, atau memberi masukan atas jawaban atau rencana kita, terima dengan senang hati. Jangan arogan dan kaku. Fleksibel, tapi bertekad kuat. Teguh pendirian tapi luwes menerima masukan.
Setelah selesai ujian, kalau ada waktu luang, pergi jajan/jalan-jalan/refreshing. Kalau mau evaluasi mungkin bisa 1-2 hari setelah wawancara aja
Mengisi waktu tunggu pengumuman dengan hal-hal bermanfaat.
Teman-teman, satu dan lain awardee pasti memberikan tips yang berbeda, tergantung pengalaman mereka saat substansi dan cara belajar apa yang nyaman buat masing-masing. Jadi, saat membaca postingan ini, atau mengikuti tips-tips dari awardee manapun, saran dariku, yang paling penting adalah cara belajar seperti apa yang nyaman buat diri sendiri. Berapapun banyak tips yang teman-teman kumpulkan, tapi kalau teman-teman ga dengerin apa kata hati, apa yang pas buat di hati, belajarnya makin ga fokus yang ada malah rasa percaya diri makin menurun dan paling parah jadi down dan gak siap menghadapi hari ujian.
Nah, kaya gitu deh cerita tes substansi LPDPku. Pengalaman "dibantai" Mbak Tiara adalah yang paling membekas di kepala, karena dari sana ada banyak titik balik dan catatan-catatan tambahan yang menambal kekuranganku dalam persiapan wawancara. Happy ending banget ketika akhirnya bisa ketemu Mbak Tiara langsung di UQ. Beliau memang seeeebaik itu. Mock-up dengan Kang Edwin dari WUR juga memberikan banyak insight terutama terkait ke-PNS-an. Banyak masukan tentang birokrasi dan pemerintahan yang sangat membantuku dalam mempersiapkan wawancara. Juga semua teman-teman yang terlibat, membantu mock-up atau membaca dan menelaah list tanya jawab soal-soal yang mungkin muncul saat wawancara. Makasih banyak semuanya....
Buat teman-teman yang sedang mempersiapkan diri di beasiswa LPDP atau mungkin beasiswa apapun yang masih relate dengan ceritaku, semoga sukses dan lancar semuanya ya kawan! Jangan berlomba dengan orang lain, karena kita ga akan dapat apa-apa. Ayo kita berlomba dengan diri sendiri di masa lalu, dan mari menjadi pemenangnya!
Sampai jumpa di cerita selanjutnya....